SURABAYA, korannasional.id - Kasus investasi bodong kembali mencuat setelah laporan masuk ke Rumah Aspirasi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji pada Selasa (28/10/2025).
Korban mengadu ke Armuji karena mengalami kerugian Rp 1,2 miliar akibat investasi bodong ini. Dwi (37), korban investasi bodong, menceritakan pertemuannya dnegan terduga pelaku, TK pada tahun 2020 melalui seorang teman.
Mulanya, saat masa pandemi Covid-19, TK menawarkan investasi alat-alat kesehatan karena saat itu banyak orang yang sedang membutuhkannya.
“Dia waktu itu bilang ‘Ini loh mbak aku butuh dana buat suplai rumah sakit-rumah sakit’, dan waktu di saat alat kesehatan itu susah dicari, sedangkan dia memang ada,” kata Dwi.
Pada pembayaran pertama, Dwi mengirimkan dana sebesar Rp 100 juta dengan pengembalian keuntungan Rp 150 juta di dua minggu selanjutnya.
Hal tersebut terus berlanjut sampai sekitar 8 bulan dengan keuntungan sekitar 30 persen setiap transaksi.
“Awalnya itu dia selalu kirim bukti foto-foto alat-alat kesehatannya sewaktu dikirim, dia juga bawa nama instansi rumah sakit besar,” tuturnya.
Selepas sekitar 8 bulan berjalan, pembayaran investasi yang terakhir disetorkannya tiba-tiba tidak dibayarkan. TK menjadi sangat sulit untuk dihubungi.
“Jadi dia sistemnya itu seperti menggulung, misalnya kita setor Rp 100 juta, terus kita dikasih Rp 120 juta, di hari yang sama sorenya dia minta lagi investasi Rp 150 juta,” tuturnya.
Lapor polisi
Dwi baru menyadari bahwa dia bukanlah korban pertama setelah ia mencoba melaporkan perkara tersebut ke Polrestabes Surabaya pada tahun 2021.
Terdapat 20 orang lainnya yang menjadi korban dengan modus yang berbeda-beda dengan total kerugian korban mencapai Rp 12 miliar.
Ada korban yang tertipu dengan modus ekspedisi barang, travel umrah dan haji, bahkan yang terbaru barang-barang sembako.
“Ternyata setelah kami cari tahu, dia itu sistemnya gali lubang tutup lubang, misal keuntungan saya itu dari uangnya korban A, terus keuntungan A dari uangnya korban B jadi diputer terus,” kata dia.
Sementara itu, kerugian yang dialami Dwi mencapai Rp 1,2 miliar.
“Jadi dia itu modus investasinya mengikuti tren yang ada, misal musim haji dia nawarin travel haji umrah, terus musim anak sekolah, dia nawarin investasi menyekolahkan anak di sekolah swasta elite,” ucapnya.
Namun, sayangnya laporan yang diajukan para korban terhadap investasi bodong tersebut ditolak oleh kepolisian dengan alibi korban telah mendapatkan keuntungan.
Sebelumnya, para korban juga sudah pernah melakukan somasi ke TK, tetapi mediasi hanya menemui jalan buntu. “Kita datang ke rumahnya, terus dia bilangnya kalau dia juga kena tipu.
Dia malah bilang "Ya kan ini musibah,” ucapnya.
Ia juga telah berusaha membawa kasus tersebut ke pihak kepolisian melalui kenalan keluarganya, tetapi lagi-lagi hasilnya mandek.
“Waktu itu sudah mau diproses, tapi dia tiba-tiba janji ke korban kalau uangnya bakal dikembalikan, tapi ya ternyata enggak pernah sampai sekarang,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sejak pertama kali memulai investasi, tidak ada perjanjian tertulis antara dirinya dengan TK. Semua bukti yang ia miliki hanyalah bukti transaksi pembayaran.
“Setiap kali kita mintai rekenning korannya, dia itu selalu ruwet, alasan inilah itulah, selalu enggak mau,” kata dia.
Akhirnya, para korban memutuskan untuk melaporkan hal tersebut ke Armuji sebagai harapan terakhir. Menanggapi laporan tersebut, Armuji berjanji melakukan sidak ke rumah terduga pelaku.
“Ya sudah nanti kita sidak, tapi tolong kumpulkan para korbannya ya,” kata Armuji.
