Mereka datang tidak hanya dari Sumenep, Pamekasan, dan Sampang, tetapi juga dari Surabaya, Malang, Jember, Bondowoso, Lamongan, dan Banyuwangi.
Atraksi yang ditampilkan seluruh peserta menonjolkan kekayaan seni, tradisi, dan kearifan lokal.
Kostum penuh warna dengan sentuhan topeng menjadi ikon utama yang memukau penonton sepanjang jalur karnaval.
Ketua Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS), M. Hariri menegaskan bahwa karnaval ini merupakan salah satu upaya melestarikan tradisi Madura agar tidak tergerus zaman.
“Harapan kami, festival ini mampu mendekatkan generasi muda pada budaya leluhur sekaligus memperkuat rasa cinta terhadap tradisi daerah,” kata Hariri
Menurut Hariri, MEC yang ketiga ini juga menjadi sarana edukasi budaya, kreativitas, sekaligus meneguhkan jati diri masyarakat Madura.
Melalui ikon topeng, diharapkan dapat memperluas pengakuan publik tentang topeng yang sudah melekat sebagai identitas Kabupaten Sumenep.
Lebih dari itu, lanjut Hariri, MEC bukan hanya agenda budaya, tetapi juga peluang besar untuk mempromosikan Sumenep sebagai destinasi wisata.
Pihaknya optimistis, pelaksanaan yang konsisten setiap tahun dapat mendongkrak sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
"Juga menjadikan budaya Madura lebih dikenal di tingkat nasional hingga mancanegara," pungkasnya. (Shevy)