Bojonegoro, korannasional.id - Duduk perkara rumah Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro Rita Ariana yang dieksekusi oleh rekan sejawatnya sendiri.
Kasus ini bermula dari hubungan kerja sama bisnis usaha tambang pasir antara Rita Ariana dan rekannya sesama panitera di PN Bojonegoro, Sa’dullah.
Kuasa Hukum Rita, Moch. Ichwan, menuturkan, menjelaskan perkara ini bermula ketika Rita mengajak rekannya, Sadullah, untuk berinvestasi dalam bisnis tambang pasir yang kelolanya.
Dalam bisnis itu, Sa’dullah menanamkan modal investasi sebesar Rp250 juta dengan perjanjian keuntungan Rp5 juta per bulan.
Namun, bisnis tersebut tak berjalan sesuai harapan hingga Rita tidak mampu memberikan hasil sebagaimana disepakati.
Merasa tidak memperoleh keuntungan, Sa’dullah menuntut agar modal yang diberikan dikembalikan. Karena tidak memiliki dana, Rita kemudian menyerahkan sertifikat tanah seluas 595 meter persegi sebagai jaminan.
Penyerahan sertifikat itu, ungkap Ichwan dilakukan tanpa perjanjian tertulis, hanya atas dasar saling percaya antar rekan sejawat.
Seiring berjalannya waktu, Sa’dullah melayangkan gugatan ke pengadilan pada 2018 dan 2019. Gugatan itu dimenangkan oleh Sa’dullah.
Dalam putusannya, pengadilan menyatakan Rita telah melakukan wanprestasi dan diperintahkan mengembalikan uang sebesar Rp250 juta.
Namun, menurut kuasa hukum Rita, putusan tersebut bersifat deklaratoir, artinya hanya menyatakan atau menegaskan suatu keadaan hukum tanpa bersifat eksekutorial.
“Putusan itu tidak memerintahkan tindakan hukum apa pun. Jadi seharusnya tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan eksekusi atau pelelangan,” tegas Ichwan.
Setelah putusan tersebut, Sa’dullah membawa sertifikat tanah ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tanpa sepengetahuan Rita.
Dari proses itu, tanah dilelang dan dimenangkan oleh Bachroin, warga Mojokerto, yang kini menjadi pemohon eksekusi. Ichwan menilai hal ini sangat janggal karena sertifikat bisa berpindah tangan tanpa tanda tangan pemilik sah.
“Bagaimana bisa sertifikat tanah berpindah nama tanpa persetujuan pemiliknya? Ini jelas aneh dan tidak lazim. Apalagi perkara ini melibatkan pegawai pengadilan sendiri. Seharusnya dari awal ada evaluasi lebih mendalam,” ujar Ichwan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Bojonegoro melakukan eksekusi terhadap tanah seluas 595 meter persegi berikut bangunan rumah di atasnya, milik Rita Ariana, yang berada di Desa Mojoranu, Kecamatan Bojonegoro, pada rabu (29/10/2025).
Eksekusi dipimpin langsung oleh Ketua Panitera PN Bojonegoro, Slamet Suripta, bersama dua juru sita, Jupriono dan Dadiek Setyo Hartono.
Pelaksanaan eksekusi rumah Panitera Pengganti dilakukan berdasarkan penetapan Ketua PN Bojonegoro atas perkara Nomor 11/Pdt.Eks.H.T/2024/PN Bjn, dengan pemohon eksekusi Bachroin, warga Mojokerto.
Suasana sempat memanas saat pelaksanaan eksekusi. Dari dalam rumah, terdengar suara lantang bernada marah dari Marsudi, suami Rita Ariana, yang menolak keras pengosongan rumah.
“Masih ada upaya hukum kok disuruh pindah dalam satu hari! Ini hukum macam apa. Pak Prabowo tolong, ini pemaksaan!” teriak Marsudi dengan nada emosi.
Meski diwarnai protes keras, eksekusi tetap berjalan. Petugas mengeluarkan perabot rumah tangga satu per satu mulai kursi, lemari, kulkas, hingga perlengkapan dapur.